Minggu, 13 Januari 2008

JANGAN KECEWAKAN BURUH


Oleh : Rois Setiawan

Pro-kontra revisi undang-undang no 13/2003 tentang ketenagakerjaan, merupakan pertarungan antara hak dan kewajiban. Dalam hal ini diperankan olah pengusaha dan buruh, dan akan menjadi semakin sengit apabila dipadukan dengan kepentingan pemerintah. Dari buruh menghendaki agar revisi dibatalkan, dilain pihak, pengusaha melalui kewenangan pemerintah tetap ngotot dengan revisi (Kompas, 2/4/2006).
Buruh menyatakan bahwa revisi tersebut nantinya tidak bisa menjamin hak kerja. Hal ini disebabkan, sistem kerja yang makin fleksibel membuat peran buruh semakin terjepit, serta tidak dapat memperoleh kesejahteraan hidup yang sesuai dengan UMK yang diberlakukan dan rentan PHK. Buruh hanya dibuat “permainan dagang” antara pengusaha dan pemerintah untuk menarik investor asing. Dengan alasan inilah mengapa buruh menolak direvisinya UU no. 13/2003 tersebut.
Sedangkan dari pengusaha dan pemerintah sendiri menyatakan bahwa revisi tersebut mutlak dilakukan, karena selain untuk mengatur hubungan antara buruh dengan pengusaha juga utuk menarik datangnya investor, demi pertumbuhan ekonomi bangsa. Dapat dilihat dari komentar Erman Suparno, dan Wapres Jusuf Kalla di tengah-tengah kunjungannya ke Malaysia.
Kemudian yang menjadi pertanyaan besar adalah apakah memang permasalahan buruh merupakan faktor utama penyebab macetnya investor masuk ke indonesia? dan apakah hubungan kerja yang diatur UU 13/2003 belum sesuai?. Mengenai macetnya investor, ada banyak faktor yang menghambat berkembangnya investasi di Indonesia, salah satu yang paling mencolok adalah birokrasi yang berbelit-belit dan korup yang diakui pengusaha lokal maupun asing, serta biaya produksi yang bertambah akibat kenaikan BBM sehingga kalau dibandingkan dengan biaya produksi di negara tetangga level Asia Tenggara saja sangat tidak bersaing.
Sedangkan yang menyangkut hubungan buruh dengan pengusaha yang menjadi perdebatan adalah diberlakukannya sistem fleksibilitas, baik dalam produksi maupun hubungan perburuhan. Pengusaha dapat seenaknya menentukan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada saat tertentu, jumlah jam kerja dan shift ditentukan oleh majikan, Penugasan dan rotasi kerja berdasarkan kebutuhan majikan. Selain itu dampak yang pasti adalah kesejahteraan buruh semakin berkurang, seperti tidak adanya jaminan keberlangsungan kerja bagi buruh (job insecurity), upah yang diterima buruh lebih rendah, dan tidak adanya jaminan sosial.
Jalan yang mungkin bisa diupayakan secara bersama adalah mendesak pemerintah untuk secara tegas melarang fleksibilitas tenaga kerja dengan membuat peraturan di bawahnya yang lebih rinci dan operasional, karena feleksibilitas kerja sangat rentan akan PHK, dan tingginya angka PHK secara otomatis akan menambah pengangguran. Kedua perbaikan iklim birokrasi yang tidak berbelit. Ketiga, perbaiki iklim keamanan bangsa. Keempat, tingkatkan mutu tenaga kerja, karena dengan meningkatnya mutu tenaga kerja niscaya akan menumbuhkan kualitas produksi dan dapat mengangkat daya saing dengan negara lain, sehingga investor nantinya akan datang dengan sendirinya. Ahirnya dengan adanya peraturan yang tidak mengecewakan buruh diharapkan dapat meningkatkan produktifitas perusahaan yang mendorong majunya perekonomian bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar