Selasa, 19 Agustus 2008

UNTUK BURUH

Saat keluar…
Darah dan air mata dan
Saat benar-benar kau cambuk tubuh ini
Dengan lengkingan suara memerintah
Tak terasa kulit yang hitam ini mengeluarkan darah
Darah segar dengan daging yang menganga
Pedih menjulur meminta aku untuk teriak
Saling teriak yang tak nyenyak

Lagi kamu cambuk
Mengukur darah ini menggenang
Mengaliri sawah dan membasahi benih padi yang hampir mati
Tindih menindih menular keluar

Ah bilur biru yang mengering
Merubah kering jadi kukusan embun segar
Melebar menjadi subur igau masa datang

Tepi igau kau terkapar kelaparan
Mencari jejak-jejak penguasa
Serasa ingin sekali kau bersujud dikakinya

Sudah lupakah kamu tentang diriku
Antara hidup dan mati
Mengaduh tanpa kau sadari
Merapal kata demi kata
Mendoakan dirimu, sawahmu, dan juga keluargamu

Oh manis sekali
Bilur-bilur kuning padi
Menambal luka-luka diri
Menyantuni diri demi ilusi besok pagi

Angan

Angan

Tertutup sudah langit itu
Terbukanya hati adalah
Terbukanya langit

Langit sudah menjadi miliknya
Sudi atau tidak adalah urusannya
Tidak ada yang berkuasa
Mereka berseru merdeka..
Atau malah berkabung sengsara.

Sukur

Coba dendangkan rasa sakitmu
Dengan keceriaan tentunya
Jangan biarkan semu membelenggu
Tinggalkan saja
Biarlah luka
Biarlah sahaja
Mulai saja berlalu