Sabtu, 12 Januari 2008

MENIMBANG KEDEWASAAN POLITIK TNI


Oleh : Rois Setiawan*
Hak berpolitik merupakan hak asasi tiap individu yang tidak bisa diatur oleh orang lain. Karena dengan mengatur hak orang lain sama juga mengebiri demokrasi. Tidak terkecuali hak politik untuk memilih dan dipilih dalam pemilu yang dimiliki TNI. Dilihat dari segi hak TNI juga sama dengan masyarakat lainnya yang memiliki hak berpolitik.
Merebaknya wacana TNI kembali berpolitik merupakan wujud dari demokrasi yang harus dijunjung dan dihargai semua elemen. Terlepas dari masa lalu yang suram bagi “karir” politik TNI. Apalagi diera reformasi saat ini, kita tidak bisa menafikan kebebasan berpendapat (politik) bagi semua golongan.
Ketakutan akan masa lalu yang dirasakan masyarakat akan wujud TNI yang kejam, sok berkuasa, otoriter dan mem-beo, masih dirasakan masyarakat sampai saat ini. Dan belum bisa hilang dari ingatan kita, kekerasan-kekekrasan Negara yang melibatkan kekuatan militer masih terus menghantui. Kehawatiran seperti itu menimbulkan prasangka bahwa nantinaya militer tidak akan bisa berdemokrasi dengan baik dan ahirnya memunculkan rezim totalitarian baru. Rezim yang menggunakan kekuatan untuk melanggengkan kekusaan.
Adanya penolakan masyarakat terhadap hak militer (TNI) dalam berpolitik menjadi sangat realistis mengingat masih kuatnya memory kolektif masyarakat, akan tindakan otoritarianisme dan diktatornya rezim Orde Baru yang notabene adalah militer. Sehingga memunculkan ketakutan-ketakutan akan kembalinya pemerintahan baru (neo-orba).
Selain itu, sikap penolakan ini tentunya didasari atas beberapa alasan, salah satunya adalah cara pandang TNI yang berangkat dari embrio cara pandang yang sama yaitu institutional building of militerism. Salah satu pointnya cara pandang ini adalah institusionalisasi militer di Indonesia dari TKR menjadi TNI, dengan cara menempatkan formalisasi jenjang dan kepangkatan dalam militer dan mempertegas asal usul formal dan karier militer khususnya bagi mereka yang akan menduduki jabatan perwira tinggi.
Kehawatiran seperti ini seharusnya menjadi tantangan dan sekaligus sebagai bahan intropeksi bagi TNI, untuk bisa menunjukkan kepada masyarakat bahwa TNI sekarang memiliki paradigma yang baru, dan bisa lebih dewasa mensikapi dan mendudukan antara menjadi politikus dan menjadi militer yang professional, dengan proporsinya masing-masing.
Maka hal ini perlu dibuktikan dengan menguji (Try out) kelayakan dan kedewasaan TNI dalam berpolitik. Bukan berarti coba-coba dengan nasib bangsa, tapi demi menjaga kelangsungan demokrasi bangsa yang kian tidak jelas.
Try out politik TNI tidak perlu menunggu jauh-jauh pemilu tahun 2014, karena untuk membuktikan bagaimana kiprah TNI dalam berpolitik, perlu pembuktian yang secepatnya. Bisa dilihat bersama-sama apakah dalam priode yang ditentukan, TNI mampu bersikap dewasa apa belum, apakah bisa menjunjung hak-hak masyarakat sipil atau apakah masih terjebak dalam sikap primordialisme golongan sendiri. Sehingga kalau memang nantinya dirasakan masih belum dewasa dan masih perlu belajar berdemokrasi, maka hak politik TNI harus ditunda atau lebih-lebih dihapus dan cukup untuk menjaga keamanan bangsa saja.
Penilaian Try out yang perlu dan harus diperhatikan adalah pertama, loyalitas sikap TNI pada masyarakat sipil, maksudnya adalah berapa besar mereka membela dan menegakkan hak-hak masyarakat sipil. Dengan dibuktikan dengan tindakan yang riil dari TNI. Karena dengan melihat loyalitas yang tinggi pada masyarakat menandakan bahwa TNI benar-benar sudah mampu untuk berpolitik. Disini perlu dibentuk atau dididik sikap atau mental yang mau dan berani berbeda dengan atasannya, karena kalau masih mem-beo dengan atasan pasti belum mampu berpolitik secara dewasa, dan ahirnya akan timbul kekuatan totaliter baru. Kedua, sikap independent dalam berpolitik, sikap yang harus di miliki oleh semua anggota TNI, karena selama ini yang kita saksikan adalah keberpihakan TNI kepada penguasa, sehingga TNI hanya dibuat sebagai kendaraan untuk melanggengkan status quo. Dalam pelaksanaannya politisi yang berasal dari TNI perlu mengikuti jenjang pendidikan politik, dan harus keluar dari struktur TNI. Ketiga, sikap tegas dalam mengambil kebijakan dan menegakkan keadilan yang pro rakyat, yang dimiliki dalam jiwa TNI harus tetap dijaga, karena melihat kondisi politikus saat ini yang makin plin-plan dengan kibajakan-kebijakan yang dibuat, membuat masyarakat merasa terus dipermainkan.
Waktu yang diberikan dalam try out ini harus benar-benar dijadikan landasan pertimbangan, karena nantinya sikap TNI yang hanya manis dalam Try out saja dan yang sungguh-sungguh untuk menjadi politisi bisa dilihat dan dijadikan pertimbangan, sehingga bisa dinilai bersama dan tidak menduga tanpa ada bukti sebelumnya. Dan tidak asal memberikan sanksi penghilangan hak berpolitik.
Karena tidak bisa dipungkiri lagi kiprah sosial politik TNI di masa mendatang sangat dibutuhkan dalam peranannya dalam membangun dan menjaga keutuhan bangsa. Menjaga keutuhan bangsa, melalui perpolitikan yang sehat TNI bersama-sama para politikus lainnya bisa mulai mendorong terbentuknya demokrasi, keamana, dan mewujudkan masyarakat madani (civil society) yang diidam-idamkan bangsa Indonesia. Selain TNI juga harus tetap menjalankan tugasnya sebagai TNI yang professional dalam menjaga keamanan dari internal bangsa maupun dari eksternal bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar